Search

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 24 Desember 2008

Tatalaksana Impor , Peraturan Pelaksanaan & Praktek Pelayanannya

Pesatnya perkembangan industri & perdagangan menimbulkan tuntutaan pelaku industri agar pemerintah dapat memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha,khususnya Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai yang berfungsi sebagai fasilitasi perdagangan international harus mempunyai kerangka hukum kepabeanan yang dapat mengantisipasi perkembangan industri dalam rangka memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah.

Kita sudah mempunyai kerangka hukum kepabeanan yaitu UU No.10/1995 diperbaharui dengan UU No.17 tahun 2006 dan Beberapa Peraturan Menteri Keuangan, yang kemudian tata laksananya pelaksanaanya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal, tetapi dalam pelaksanaan dan penerapannya tetap saja ada kendala sehingga menghambat percepatan arus keluar barang .

Dalam importasi, khususnya impor untuk dipakai, dikenal dua penetapan jalur pengeluaran barang yaitu Jalur Hijau dan Jalur Merah, sebagaimana tertuang pada pasal 17 Kep Dirjen BC No.07/2003 tgl 31 Januari 2003 tentang Petunjuk Pelaksanan Tatalaksana Impor yang diperbaharui dengan Kep Dirjen BC No.68 /2003 tgl 31 Maret 2003.

Pada Pasal 52 ayat 1 Keputusan DJBC tersebut, dikatakan bahwa “Kepastian Jangka Pelayanan Penyelesaian Barang Impor untuk dipakai” :

  1. Pelayanan PIB sampai dengan penetapan jalur pengeluaran barang impor untuk dipakai dalam waktu paling lama 4 jam kerja sejak penerimaan PIB.
  2. Dalam hal ditetapkan Jalur Merah,pelaksanaan pemeriksaan harus sudah dimulai dalam waktu paling lama 12 jam kerja sejak penetapan jalur, dan SPPB harus diterbitkan paling lama dalam waktu 24 jam kerja sejak LHP diterima,dalam hal jumlah dan jenis barang yang diberitahukan kedapatan sesuai serta nilai transaksi yang diberitahukan dapat diterima sebagai nilai pabean
  3. Penetapan Klasifikasi barang, pembebanan dan nilai pabean harus dilakukan paling lama dalam waktu 29 hari terhitung sejak pendaftaran PIB

Praktek dilapangan yang terjadi untuk penetapan Jalur Merah, sering tidak sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.

Untuk kita dapat menemukan pemeriksanya saja, kadang lama dan baru sehari kemudian didapat nama pemeriksa, lalu dibuatkan LHP untuk kemudian direkam dan diverifikasi lagi oleh Pejabat BC, dan kadang 2 hari baru selesai dan terbit SPPB, kalau nasib baik.

Tetapi jika tidak, yang ada akan keluar Notul karena nilai pabean atau klasifikasi barang.

Apakah ini bukan suatu penafsiran yang keliru pada point B peraturan tersebut?

Apakah tepat, jika dikatakan kalau keberatan atas Notul, sesuai pasal 93 UU Pabean, silahkan ajukan keberatan dengan menyerahkan jaminan? Bukankan ini akan memakan waktu 1 atau 2 hari dalam membuat Bank Garansi, jika kita mengajukan keberatan?

Melihat pasal 52 point B ayat tersebut diatas jelas sesuai dengan maksud UU Kepabeanan untuk mempercepat arus barang keluar dalam format memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik, lebih cepat dan lebih murah, maka setelah hasil pemeriksaan didapatkan sesuai jumlah barang dengan yang diberitahukan, sudah seharusnya segera terbit SPPB.

Apabila memang, ada ketidaksesuaian nilai pabean dan pembebanan, sesuai dengan pasal tersebut pada point C, barulah dapat dikeluarkan SPKPBM..

Bukankah Notul akhirnya menjadi penghambat yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi, karena argo gudang berjalan ?

Notul dapat diberikan untuk jalur merah jika kedapatan jumlah dan jenis barang tidak sesuai dengan yang diberitahukan, tetapi untuk klasifikasi barang dan nilai pabean, kita harus mengacu kepada point C ayat tersebut diatas.

Inilah yang perlu diklarifikasi tentang membaca peraturan kepabeanan, untuk menuju suatu kepastian bagi dunia usaha.

Kelemahan legal drafting dalam pembuatan peraturan menjadikan peraturan tersebut menjadi tidak sistimatis dan tidak jelas dalam penerapannya.

Sudah seharusnya BC lebih meningkatkan lagi sumberdaya manusianya, dalam pemahaman membaca peraturan

Peraturan Dirjen BC tersebut dibuat sebagai petunjuk pelaksanaan tatalaksana impor, tentunya dilandasi semangat UU kepabeanan No.17/2006 yang merupakan supremasi hukum diatasnya, yaitu guna memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih cepat,lebih baik dan lebih murah


Sumber : Asakindo Jakarta

CARUT MARUT PELAYANAN ARUS BARANG Di PELABUHAN

Keseriusan Pemerintah untuk peningkatan kelancaran arus barang ekspor dan impor, kebijakannya telah dituangkan dalam Inpres No.5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, Inpres No.5/2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi dan Keppres No.24/2005 tentang Tim Peningkatan Kelancaran Arus Barang.

Dalam sidak Menteri Perdagangan di Pelabuhan Tanjung Priok, Kamis 11 September 2008, mengatakan bahwa pengelolaan arus barang impor & ekspor di Jakarta Terminal Container (JICT) hingga kini belum baik karena banyaknya penumpukan container di terminal peti kemas .

Sumber : Asakindo Jakarta

Kenaikan Tarif Petikemas sebuah Keputusan Kontra Produktif

Kenaikan Tarif Container Handling Charge (CHC) yang diberlakukan per 1 September 2008 adalah sebuah keputusan kontra produktif dengan Keppres dan bertentang dengan UU No.17 tahun 20078 tentang Pelayaran.

Kami DPW Asakindo Jakarta berpendapat ini sebuah Keputusan yang kontra produktif karena tidak sesuai dengan pelaksanaan Keppres No.54/2002 jo KeppresNo.24/2005 tentang Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor yang mana Menhub sebagai Ketua Harian.

Tim Keppres No.54/2002 jo Keppres No.24/2005, yang salah satu program kerjanya pada Tahap Pertama berupa Penurunan Besaran CHC dan THC berlaku sejak 1 November 2005 yang sebelumnya Indonesia merupakan yang terbesar /tertinggi tarifnya dari pelabuhan yang ada di ASEAN, sehingga ditetapkan CHC 20 kaki USD 70 =surcharge USD 25 (sebelumnya CFC USD 93& surcharge USD 57) dan CFC 40 kaki USD 105 + surcharge USD 40 (sebelumnya CFC 139 USD&surcharge USD.91). Penurunan ini dilakukan karena besaran CFC+surcharge dirasakan sangat tinggi oleh dunia usaha sehingga mempengaruhi daya saing produk ekspor Indonesia di luar negeri.

Dampak penurunan CFC pada tgl 1 November 2005 adalah meningkatnya daya saing produk ekspor nasional di pasar global, jika sekarang naik kembali apakah tidak mempengaruhi daya saing nasional dipasar global. Mengapa Baru jalan 3 tahun sudah dilakukan kenaikan kembali ?

Menurut Pelindo kenaikan tarif tersebut telah melalui mekanisme yang diatur Peraturan Menhub No.72/2005 yang merupakan perubahan Kepmenhub No.50/2003 tentang Jenis Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhan untuk Pelabuhan Laut. Menurut pandangan kami jelas Peraturan tersebut bukan mengatur tentang besaran atau naiknya tarif.

Jika Peraturan tsb dijadikan dasar alasan tentunya berlawanan atau kontra produktif dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Keputusan Presiden tersebut

Menurut kami, keputusan Direksi Pelindo II bertentangan dengan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada pasal 83 ayat 1(g&h) mengatakan” Untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri dan menjamin kelancaran arus barang”.

Jelas wewenang tarif ditetapkan oleh Menteri, tentunya setelah mendapat usulan dari Pelindo. Dengan adanya Kenaikan tarif oleh Pelindo II tentunya melumpuhkan kegiatan yang sudah dirancang Tim Keppres 54/2002 jo 24/2005 ? Tim Keppres ini dalam kegiatannya mendukung pelayanan petikemas dengan menyusun dan menetapkan standard pelayanan minimum serta meningkatkan sarana dan mekanisme untuk menampung keluhan dari pengguna jasa pelabuhan.

Kenaikan tarif layanan petikemas bukan menjadikan suatu bentuk penetapan standard pelayanan minimum, tetapi menjadikan beban ekonomi tinggi sementara penertiban tata ruang kepelabuhanan di pelabuhan tanjung priok belum dilaksanakan dengan baik.

Kiranya ini menjadi perhatian penyelenggara negara dalam membuat keputusan untuk tidak kontra produktif atau berlawanan dengan peraturan diatasnya.

Sumber : Asakindo

APBMI (AsosiasiPengusaha Bongkar Muat Indonesia)

Anggaran Dasar

Bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 dapat terwujud dengan tahap - tahap pembangunan secara menyeluruh dari berbagai sector kehidupan secara serasi, selaras dan seimbang

Bahwa salah satu sasaran Program Pemerintah adalah menjamin kelancaran dan kemanan lalu – lintas barang di Pelabuhan, adalah untuk Pengembangan Perdagangan dalam dan luar negeri sekaligus mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga Negara Indonesia guna menunjang kegiatan ekonomi dalam rangka mensukseskan pembangunan ekonomi Nasional seutuhnya.

Bahwa dengan adanya Pengakuan Pemerintah yang telah memberikan hak hidup kepada Perusahaan Bongkar Muat yang akan memberikan harapan hari depan yang cerah

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan luhur untuk berbakti kepada Negara dan Bangsa secara teratur, terarah, terbina dan positif dalam pengembangan dan pembangunan, maka segenap Perusahaan Bongkar Muat di Indonesia menyatukan diri dalam satu organisasi tunggal yang sejalan dengan kebijaksanaan Pemrintah Republik Indonesia

Kemudian dari pada itu, untuk mewujudkan Perusahaan Bongkar Muat yang memperhatikan kepentingan umum, menumbuhkan kesadaran terhadap kewajiban dan rasa tanggung jawab Perusahaan Bongkar Muat serta untuk melindungi dan memperjuangkan hak serta kepentingan segenap Perusahaan Bongkar Muat di Indonesia di dalam turut – serta menyumbangkan kepada usaha – usaha Permerintah Republik Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa, memelihara kesatuan Bangsa dan Negara, maka disusunlah tata kehidupan Perusahaan Bongkar Muat Indonesia di dalam sebuah ANGGARAN DASAR ORGANISASI PERUSAHAAN BONGKAR MUAT INDONESIA

Tujuan didirikannya APBMI

Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) merupakan satu-satunya wadah bagi para Pengusaha Bongkar Muat di Indonesia yang di akui Pemerintah.

Perusahaan Bongkar Muat barang dari dan ke kapal laut merupakan perusahaan yang erat hubunganya dengan dunia pelayaran dan perdagangan.
Undang-undang Pelayaran (UU No. 21 Tahun 1992) pada pasal 71 menyebutkan Perusahaan Bongkar Muat sebagai salah satu usaha penunjang Angkutan Laut. Sebagai mitra kerja pemerintah (Departemen Perhubungan) APBMI membina para anggotanya untuk menunjang dan berperan aktif dalam memperlancar arus barang di pelabuhan serta turut memperhatikan keselamatan kapal dari segi stowage, baik untuk pelayaran dalam negeri maupun luar negeri.

Pengelolaan suatu Perusahaan Bongkar Muat tidak hanya memerlukan pengetahuan mengenai bagaimana mengoperasikan kapal sebagai alat yang menyediakan jasa transportasi, tetapi juga memerlukan pengetahuan mengenai seluk beluk perdagangan dalam dan luar negeri, baik dari segi organisasi, administrasi dan manajemen pada umumnya. Teknik asuransi, pengetahuan tentang claim, " waren-kennis" serta pengetahuan mengenai prinsip dan prosedur pelayanan jasa transportasi harus pula di ketahui.

Tugas dan tanggung jawab Perusahaan Bongkar Muat terletak pada keamanan dan keselamatan atas kapal dan muatannya. Oleh karena itu dalam melaksanakan kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal laut, perusahaan harus mengusahakan agar tercapai keamanan dan keselamatan serta keutuhan barang peralatan kapal yang ditanganinya (cepat - aman - selamat).

Sumber : APBMI

APBMI (Ao

APREISINDO (Asosiasi Profesi Ekspor Impor Seluruh Indonesia)

Bertempat di Gedung Departemen Keuangan

Gedung D Dhanapala, Jl Wahidin 1, Jakarta Pusat



Era perdagangan bebas internasional 2008 hanya tinggal beberapa tahun dimuka. Perdagangan bebas internasional memberikan kemudahaan bagi para pelaku bisnis dan perdagangan internasional antar negara untuk dapat berdagang secara lebih luas dan flexibel. Pada perdagangan bebas internasional, sekat sekat peraturan antar bangsa dipermudah, sebagai konsekwensinya banyak negara memperbaharui peraturan ekspor impor atau bahkan beberapa peraturan ditetapkan secara bersama. Dilain pihak perdagangan bebas internasional dapat menjadi pemicu persaingan yang sangat ketat bagi pekerja, karena peraturan bersama perdagangan bebas internasional memungkinkan masuk ke Indonesia para pelaku bisnis dan tenaga kerja dari luar negeri, yang banyak diantaranya mempunyai kwalitasnya rata – rata lebih baik.
Kemampuan kita sebagai para pelaku perdagangan internasional Indonesia / pelaku ekspor impor Indonesia dan bisnis internasional Indonesia dituntut untuk menjadikan berbagai informasi tentang kemudahaan perdagangan bebas internasional dapat memberikan keuntungan yang maksimal terhadap aktifitas perdagangan bebas internasional. Beberapa peraturan baru yang sudah atau akan ditetapkan dan diberlakukan di Indonesia atau negara lainnya, menuntut kita untuk selalu mengikuti perkembangan dan perubahan - perubahan peraturan dibidang perdagangan ekspor impor Indonesia dan bisnis dalam perdagangan bebas internasional.

Pengetahuan mengenai prosedur ekspor impor Indonesia atau tata cara pelaksanaan perdagangan bebas internasional maupun berbagai peraturan yang ditetapkan Departemen Keuangan Republik Indonesia yang membawahi Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak, dan atau Departemen Perdagangan menjadi hal yang sangat penting, oleh karena instansi pemerintah tersebut berurusan langsung dengan ketentuan maupun prosedur ekspor impor Indonesia.

Perdagangan bebas internasionalDengan mengetahui prosedur perdagangan bebas internasional yang baru dan aktual dapat membuat perbedaan signifikan dalam cara berdagang . Semua kemudahan dari pembuatan dokumen ekspor impor, kemudahan dalam proses pengiriman / trasportasi barang dagangan , bekerja sama dengan asuransi untuk melindungi aset perdagangan sampai peran serta lembaga perbankan dalam dukungannya terhadap kegiatan ekspor impor Indonesia menjadi hal yang sangat penting.

Dalam perdagangan bebas internasional, pengetahuan dibidang bisnis ekspor impor dan perdagangan bebas internasional sangat menentukan daya saing kita . Dengan menggunakan kemudahan atau fasilitas yang ada peraturan perdangan ekspor impor, konsep, cara atau prosedur ekspor impor dapat meningkatkan kepercayaan dan kemampuan aktivitas ekspor impor Indonesia, serta menghapus keraguan untuk melakukan bisnis internasional dalam kerangka perdagangan bebas internasional.
Kepengurusan Apreisindo dipercayakan pada mantan pejabat profesi perdagangan ekspor impor Indonesia yang rata – rata telah berpengalaman lebih dari 30 tahun dalam masa pengabdian di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Perbankan , dan beberapa masih aktif didunia pendidikan sebagai dosen di universitas negri dan swasta , beberapa masih aktif sebagai praktisi Forewarder dan PPJK di pelabuhan Tanjung Priok , oleh karena itu kami merupakan sumber informasi anda terhadap tantangan anda di masa perdagangan bebas internasional, apa dan bagaimana, kendala, dan kemungkinan pemecahan masalah yang anda hadapi dalam melakukan perdangangan antar negara.
Sumber : apreisindo

KPU BC TJ PRIOK BELUM PUNYA STANDARD PELAYANAN .

Bea Cukai katanya sudah reformasi dalam bidang pelayanan dan pegawai yang melayaninya, sehingga ada pembentukan Kantor Pelayanan Utama (mengikuti Pajak dengan Kantor Pelayanan Pratama), dengan Batam dan Tanjung Priok sebagai percontohan KPU.

Menanggapi menumpuknya dokumen perbaikan manifest yang lama karena penanganan redress manifest paling cepat dua minggu dan banyak dikeluhkan para pengguna jasa dan dijawab oleh KPU padahal telah ditambah 2 orang untuk bagian manifest dan memang KPU belum punya standar pelayanan dan kepastian waktu untuk proses redress manifest

Seharusnya KPU Bea Cukai sudah mempunyai Standard Pelayanan Publik (SPP) yang merupakan Standar Operasional Prosedur (SOP), karena sudah dituangkan dalam himbauan Dirjen dengan SE Dirjen BC No.36 tahun 2006 tentang Penyususnan,sosialisasi dan penerapan standard pelayanan public dilingkungan DJBC, yang mana merupakan juklak dari Peraturan MenPAN No.:PER/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standard Pelayanan Publik

Dalam SE Dirjen BC tersebut juga disebutkan bahwa implementasi penerapan SPP sudah harus ada paling lambat 11 Desember 2006, dan KPU BC Tj Priok seharusnya sudah mengimplementasikannya

Dengan adanya SPP, secara komprehensif kinerja pelayanan, pembinaan SDM, dan percepatan pemberantasan korupsi bisa berjalan sebagaimana harapan Presiden dalam Inpres No.5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi yang menginstruksi kepada MENPAN untuk membuat rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan pelayanan publik, sehingga tidak ada lagi keluhan masyarakat tentang waktu pelayanan yang lama.

Oleh karenanya tidak ada guna dengan penambahan pegawai kalau memang SPP sebagai tolok ukurnya belum ada, buat dulu SPP tentang Redress, Pengurusan Jalur Merah, Reekspor, Reimpor dan sebagainya.

Pegawai KPU adalah hasil assessment yang optimal, menandatangani Pakta Integritas (Peraturan DJBC No.P-18/BC/2007), mendapatkan gaji yang tinggi, sudah seharusnya mempunyai SPP sehingga memacu pegawai untuk memberikan pelayanan optimal sebagai key performance and appraisal, bagi pegawai yang tidak mencapai standar akan menjadi penilaian rendah , dan mutasi, yang akhirnya tercipta kepastian waktu dan biaya bagi kami sebagai pengguna jasa.

Kenapa KPU BC Priok belum punya SPP sementara landasan aturanya sudah ada, atau memang sengaja dibiarkan saja dengan alasan banyaknya pekerjaan dan pelayanan dokumen setiap harinya, sehingga bingung menentukan tolok ukur atau standarnya?

Jika memang demikian untuk apa berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Utama, yang jika diartikan Pelayanan Lebih di Utamakan yang tentunya tidak melepaskan fungsi pengawasan! Negara sudah mengeluarkan banyak biaya untuk upgrade kantor BC dan sumber daya manusianya, tetapi Output nya sampai saat ini belum nampak maksimal .

Sumber : Asakindo Jakarta

Apakah Anda sangat terbantu dengan adanya Blog ini..??